Rabu, 23 Januari 2019

Cerpen beserta Alur dan Unsur Intrinsiknya

PERSAHABATAN

     Hari ini hujan deras datang seharian lamanya. Aku melihat keluar jendela dan menyaksikan genangan air mulai terbentuk dengan cukup tinggi. Kulihat Ayah dan Ibu sudah mulai membereskan barang-barang dan mengangkatnya satu sama lain dengan posisi menumpuk. Hal ini sudah biasa terjadi di lingkungan tempat tinggalku. Setiap hujan datang, kami sudah tahu untuk mempersiapkan diri dari datangnya banjir.
     Sesekali Ayah juga ikut memeriksa ketinggian air di luar rumah melalui jendela. Kemudian ayah berkata “Bahaya ini. Jika hujan masih terus deras seperti ini, sebentar lagi pasti air masuk ke dalam rumah." Aku melihat wajah Ayah yang lebih khawatir dari biasanya. Perasaanku menjadi tidak tenang. Aku memutuskan untuk ikut membantu Ibu membereskan barang-barang untuk menghindari resiko terendam banjir.
     Setengah jam kemudian, aku mulai merasakan air mulai menggenang di lantai rumah. “Air sudah masuk, Bu" ucapku pada Ibu. Ibu memandangku dengan sorot mata yang sama khawatirnya. Sepertinya banjir kali ini akan lebih parah dari biasanya. Tentu alasannya tidak lepas dari kebiasaan buruk membuang sampah sembarang ke kali dekat rumah yang masih dilakukan oleh banyak warga. Ibu pun memanggil Ayah karena air yang masuk ke dalam rumah sudah semakin tinggi dan telah mencapai setinggi lututku. “Ayah airnya semakin cepat masuk. Lebih baik kita segera mengungsi," saran Ibu. Kemudian Ayah pun mengangguk setuju, “Iya Bu, lebih baik kita segera mengungsi dan membawa beberapa barang penting terlebih dahulu". Ayah, Ibu, dan aku pun kembali bersiap-siap memilih beberapa barang penting untuk di bawa ke tempat pengungsian yang biasanya sudah disediakan di musim-musim banjir seperti ini. Kami pun akhirnya meninggalkan rumah kami yang semakin lama terus semakin tinggi air masuk ke dalamnya.
     Sesampainya di pengungsian, ternyata sudah banyak keluarga lain yang juga memutuskan meninggalkan rumahnya karena banjir kali ini sepertinya akan lebih parah ketinggian airnya dibandingkan sebelumnya. Selama di pengungsian hujan pun tidak kunjung berhenti. Aku pun diminta meliburkan diri dari sekolah oleh Ayah dan Ibu karena sebagian besar buku dan pakaian seragam pun tidak ada yang kami bawa ke pengungsian. Tidak ada yang menyangka hujan deras terus mengguyur daerah rumah kami hingga 3 hari setelahnya.   
     Hari keempat setelah hujan berhenti, kami kembali ke rumah. Kondisi rumah sudah sangat berantakan dan banyak dari barang-barang kami yang rusak serta hanyut terbawa air. Ayah memandang ke arah aku dan Ibu lalu mengatakan “Hujan sudah berhenti, sekarang saatnya kita kembali membersihkan rumah kita. Kalian mau membantu Ayah bersih-bersih kan?" Aku dan Ibu serentak menjawab dengan anggukan. Saat kami sedang bersih-bersih terdengar salam dari luar rumah “Assalamualaikum." Aku pergi ke depan rumah dan menemukan sahabat-sahabatku di sekolah. Ternyata mereka datang untuk menanyakan kenapa aku tidak masuk sekolah selama 3 hari terakhir. Aku pun menjelaskan mengenai banjir mendadak yang melanda lingkungan tempat tinggalku.
     Melihat aku, Ibu, dan Ayah yang sedang bersih-bersih mereka pun menawarkan diri untuk membantu kami. Teman-teman sekolahku membantu hingga rumah kembali bersih dan kemudian menghabiskan waktu bersamaku untuk menginformasikan pelajaran-pelajaran yang aku lewatkan selama tidak masuk. Aku sangat bersyukur memiliki sahabat seperti mereka. Sahabat yang ada di kala aku susah dan tidak ragu mengulurkan bantuan di masa sulitku.

Ringkasan Cerpen “PERSAHABATAN” 

     Hari itu terjadi hujan deras yang mengakibatkan banjir. Banjir kali ini lebih parah dari biasanya. Mereka pun mengungsi dan menunggu hujan reda dan banjir surut. Selama banjir, ia pun tidak bisa bersekolah karena banjir dan ia tidak membawa seragam sekolah serta bukunya. Hujan pun baru berhenti setelah 3 Hari berlalu. Pada hari keempat, mereka pun kembali ke rumah. Banyak barang-barang yang sudah rusak tergenang air maupun hanyut dibawa oleh air. Dan merekapun segera memutuskan untuk membersihkan rumah. Tiba-tiba ada seseorang yang datang, ternyata Sahabat-sahabat yang datang ingin menanyakan kabarya mengapa tidak sekolah selama 3 hari. Melihat keadaan rumahnya yang berantakan, teman-temannya pun berinisiatif membantu mereka membersihkan rumah.

Unsur Intrinsik

• Tema           : Persahabatan

• Alur
Teks Cerpen “PERSAHABATAN” memiliki Alur Maju Karena pada awal cerpen tersebut menceritakan tentang rumah si tokoh yang terkena banjir sehingga ia harus mengungsi bersama keluarganya, dan mengakibatkan ia tidak dapat menghadiri sekolah. Cerita diakhiri dengan kedatangan sahabat-sahabatnya untuk menanyakan kabar.

• Latar            : - Tempat   : Rumah, Pengungsian
                         - Waktu    : Setengah jam kemudian, Hari keempat setelah hujan berhenti
                         - Suasana  : Khawatir

• Tokoh / Penokohan
- Aku         : Sabar, menurut pada orang tua, rajin membantu orang tua
- Ayah        : Sabar, tidak banyak mengeluh, dapat mengendalikan kekhawatiran
- Ibu           : Khawatir, dapat menyelesaikan masalah
- Sahabat    : Senang menolong, perhatian, rajin

• Sudut Pandang : Orang Pertama tunggal

• Gaya Bahasa :

• Amanat : Sebagai Sahabat sudah sepantasnya kita saling membantu satu sama lain, walaupan di masa-masa sulit sekalipun.


BEBAS DARI TUDUHAN

     “Alhamdulillah,” kalimat syukur itu pun diucapkan Laras dengan matanya yang berkaca. Akhirnya, Laras pun terbebas dari tuduhan berbagai pihak bahwa dirinya membawa rokok ke sekolah. Tuduhan itu terbebas darinya, setelah Rani dengan terbuka mengakui bahwa ia sengaja menaruh sebungkus rokok itu ke meja Laras. Dia mengaku bahwa hal itu dilakukan karena dia cemburu dengan perhatian para siswa kepada Laras. Normalnya, orang akan marah dan kesal jika kepada orang yang memfitnahnya. Namun tidak dengan Laras. “Ras, maaf ya, aku terlalu iri sama kamu. Harusnya aku nggak boleh gitu sama kamu.” “Iya, Ran, nggak apa-apa. Yang penting besok lusa jangan gitu lagi, ya.” Mereka pun berpelukan, dan kembali menjalani kehidupan masing-masing. Laras pun bisa kembali menjalani aktivitas sebagaimana biasa. Sementara itu, Rani harus menerima konsekuensi atas perbuatannya itu: diskors selama seminggu oleh pihak sekolah. Lantas, bagaimana bisa Rani mengakui tindakan tersebut dihadapan semua orang-termasuk Laras?

* * * 

     “Rani, mau sampai kapan kamu begitu sama Laras? Sudahlah, akui saja perbuatanmu! Bukan begini caranya untuk bersaing dengan seseorang!” Ujar Siska, teman akrab Rani. Namun Rani bergeming; tidak mengucap sepatah kata pun. Padahal, isi hatinya kini tengah kalut dijejajali oleh rasa sesal. Perasaan senang yang semula memuncak di hatinya, kini semakin surut dan berganti rasa sesal. Bukan karena perkataan Siska yang dia lontarkan kepadanya, melainkan karena kejadian buruk yang menimpa adiknya, Raisa. Adik dari Rani itu mendapat tuduhan dari teman-teman sekelasnya, bahwa dia telah mencuri uang salah satu temannya.
     Dua lembar 50 ribu rupiah pun ditemukan oleh teman-temannya di dalam Tas Raisa. Berkali-kali Raisa menampik dan membela diri, namun tuduhan miring kepadanya tidak kunjung surut. Karena Raisa tidak punya bukti dan saksi kalau ia tidak bersalah, maka Raisa pun harus rela diskors selama seminggu oleh pihak sekolahnya. Hukuman itu tak hanya membuat Raisa terpukul, namun Rani sang kakak pun turut merasakan hal yang dirasakan oleh adiknya itu. Malah, rasa terpukul yang dirasakan Rani dua kali lebih menyakitkan dibanding Raisa. Rasa sakit yang berlipat itu membuat perasaan sesal bertumbuh di dadanya, dan pikirannya pun tiba-tiba melayang ke beberapa waktu yang lalu; waktu di mana dia melakukan rencana jahatnya kepada Laras.
     Pada suatu waktu, Rani yang mempunyai niat jahat kepada Laras meminta bantuan Siska untuk melancarkan niat jahatnya itu. Dia meminta Siska untuk memastikan bahwa Laras tidak ada di kelas saat istirahat sekolah. Setelah Siska memastikan Laras sedang tidak ada di dalam kelas, rencana jahat Rani pun dilancarkannya dengan baik. Ada gurat senyum yang jahat di wajah Rani setelah melakukan perbuatan jahatnya itu kepada Laras. Rasain kamu Ras, habis ini satu kelas dan sekolah akan memusuhimu! pekik Rani di dalam hati. “Kamu serius ngelakuin hal itu ke Laras?” Tanya Siska ke Rani. “Apa aku ada tampang main-main?” Timpal Rani. “Aku nggak nyangka kamu bisa sejahat itu sama Laras. Salah dia ke kamu itu apa sih? Jangan-jangan kamu iri ya sama dia, karena dia banyak sukai banyak siswa?” Tanya Siska lagi. “Sejak kapan kamu jadi banyak tanya begini? Sudahlah, aku mau kembali ke kelas dulu,” ujar Rani agak ketus.
     Bel masuk pun berbunyi. Dan satu ruang kelas tempat Laras belajar pun gempar. Bagaimana tidak, sebungkus rokok yang terbuka dan menyisakan beberapa batang lagi itu tiba-tiba tergeletak begitu saja di meja Laras. “Laras, kamu merokok? Kita nggak nyangka ya,” ujar teman-temannya. Sontak, Laras pun menampik hal tersebut. Namun apa daya, tuduhan negatif pada dirinya kini sudah tidak terbendung lagi. Muka Laras kian memucat. Dia tak habis pikir, siapa orang yang telah melakukan hal jahat itu kepadanya. Berkali-kali sudah dia menampik bahwa rokok di mejanya itu bukanlah miliknya. Namun, tetap saja kecurigaan dan tudingan yang dilemparkan kepadanya tidaklah berkurang. Laras panik, dan ia pun menangis sembari berharap kepada-Nya, agar dia terbebas dari hujan tuduhan yang begitu deras menghujamnya.
     Di kelas, Rani masih tersenyum riang setelah rencana jahatnya berhasil. Rencana itu dia buat lantaran dia sangat iri dan cemburu melihat perhatian para siswa kepada Laras. Ia merasa bahwa perhatian mereka kepada salah satu siswi berprestasi itu terlalu berlebihan. Dan dia juga merasa, bahwa dia layak untuk mendapat perhatian yang sama.
     Namun, karena tidak tega atas perbuatannya dan rani pun teringat dengan apa yang menimpa adeknya, akhirnya Rani mengakui perbuatannya terhadap Laras. Rani dan Laras sendiri adalah dua siswi yang berprestasi di sekolahnya. Rani berprestasi di bidang akademik dan selalu menjadi rangking 1 di kelasnya, sedangkan Laras berprestasi di bidang olahraga voli dan berhasil membawa tim voli sekolah juara lomba tingkat daerah. Maka tak heran jika perhatian para siswa (dan juga para siswi) tertuju kepada Laras. Sikap ramah dan murah senyum yang dimiliki Laras pun menjadi nilai tambah lainnya yang membuat segala perhatian kepada Laras pun tidak pernah berkurang.

Ringkasan Cerpen “Bebas Dari Tuduhan”

     Laras bersyukur karena terbebas dari tuduhan membawa rokok ke sekolah. Ia berhasil terbebas karena Rani, sang pelaku mengakui perbuatannya. Akibat dari perbuatan itu Rani pun diskors seminggu tidak boleh sekolah. Namun, apa hal yang membuat Rani mau mengakui perbuatannya? Rani memang sudah merencanakan perbuatan jahat ini. Ia dibantu oleh teman akrabnya, Siska. Ia melakukan hal ini karena cemburu kepada Laras, lantaran banyak siswa yang menyukainya. Dengan dibantu temannya, Rani pun berhasil melaksanakan rencananya. Tak berapa lama, rani sedih karena mendengar kabar adiknya dituduh mencuri uang 50 ribu rupiah. Dan saat bel masuk, ‘Laras, Kamu kok merokok’ujar teman sekelasya. Laras pun semakin terpojok, dan Rani teringat dengan adeknya, sehingga menguatkan Rani untuk Mengakui pernbuatannya.

Unsur Intrinsik 

• Tema : Keirian seorang siswi terhadap temannya, yang menyebabkan pemfitnahan.

• Alur
     Teks Cerpen “Bebas Dari Tuduhan” memiliki Alur Mundur. Karena pada awal cerpen tersebut menceritakan seorang siswi yang terbebas dari tuduhan merokok di sekolah yang ternyata setelah di periksa temannya sendiri lah yang memfitnahnya.dengan alasan iri.

• Latar
- Tempat   : Sekolah, Kelas
- Waktu     : Pada suatu waktu
- Suasana  : Tegang

• Tokoh / Penokohan
- Laras : Berpostur Atletik, Ramah dan Mudah Senyum
- Rani : Pintar, Jahat
- Siska : Tidak Benar-benar jahat

• Sudut Pandang : Orang Ketiga Serba tahu

• Gaya Bahasa :

• Amanat
Janganlah kita iri atau cemburu kepada orang lain. Apalagi sampai memfitnahnya. Karena sesungguhnya iri itu adalah perbuatan setan.


(Go For Back)
Oleh : Metafora Lintang 


     “Bay…..Bay….. Bayu…. Bangun Bayu ! bangun !, kamu bisa dengar aku kan ?” keras suara Faris bersaing dengan suara derasnya air yang berlomba jatuh ke lantai toilet. Di pangkuan Faris, badan Bayu terkulai lemas, mukanya putih pucat, sudah tak sadarkan diri. Sesegera Faris meminta bantuan teman lain untuk membawa Bayu ke UKS. Sudah dua hari Bayu tidak berangkat sekolah sejak kejadian di toilet senin lalu, tak ada keterangan sakit atau ijin, yang ada hanyalah “A” alias Alfa yang tertera didaftar hadir. Tak ada teman lain yang tau sebab ketidak hadiran Bayu. Begitupun Faris, dia yang sangat dekat dengan Bayu, sahabatnya dari Sekolah Dasar, hingga duduk di bangku Sekolah Menengah Atas kini. Rumah keduanya pun berdekatan, hanya terpaut dua rumah.
     “Ada yang tahu kenapa Bayu tidak berangkat?” Ibu Rani selaku wali kelas menanyai seluruh anak. Namun memang tak ada yang mengetahui. Ibu Rani yang paham betul jika Bayu sangat dekat dengan Faris, dan kebetulan Faris juga menjabat ketua kelas menanyainya tentang Bayu. “Faris, rumah kamu kan dekat dengan rumah Bayu? Ibu minta tolong, kamu jenguk dia, tanyakan kenapa tidak masuk sekolah?, yaa.” “Gimana kalo kita semua bareng-bareng buuuu?” cletuk salah satu kawan. “Oh, kalo kalian mau, itu lebih bagus.” sepulang sekolah mereka menjenguk Bayu Keesokan harinya, kamis pagi, Bayu tidak hadir lagi, bu Rani memanggil Faris selaku ketua kelas untuk menghadapnya ke ruang guru.
     “Bagaimana hasil kemarin? Kenapa Bayu masih tidak berangkat?” Pertanyaan bu Rani ini sudah dipersiapkan jawabanya oleh Faris sejak jalan menuju ruang guru tadi, karena dia sudah mengira bu Rani akan menanyakan hal ini. “Kemarin waktu kami ke rumahnya, tidak ada sipa-siapa bu. Sudah berulang kali kami ketuk pintu rumahnya, kami beri salam, tapi tetap tidak ada jawaban. Lagi pula rumahnya sudah berdebu, seperti sudah tak berpenghuni bu”. Panjang Faris jelaskan pada bu Rani. “kalo memang begitu, yasudah, nggapapa, makasih ya Ris, biar nanti dari pihak sekolah coba datangi rumahnya”. Ucap bu Rani sambil memberesi buku di mejanya “iya bu sama–sama”. Faris kembali menuju kelas.
     Sebenarnya Ia ingin ceritakan tentang kecurigaannya terhadap Bayu kepada bu Rani, tetapi dia coba ceritakan terlebih dahulu pada sahabatnya, Tama, yang juga cukup dekat dengan Bayu. Pulang sekolah keduanya bertemu. “Tam, ada yang mau aku ceritakan, ini menyangkut Bayu” “masalah perubahannya itu ?” Tama Nampak penasaran. “iya, sebenarnya aku sudah mulai curiga akan tingkah lakunya sejak dua pekan lalu”. “dua pekan lalu ?” Tama membenarkan posisi duduknya senyaman mungkin untuk mendengarkan cerita Faris. Faris coba jelaskan pada Tama perubahan-perubahan Bayu sejak dua pekan lalu se-detail yang Ia bisa.
     Ini cerita dua pekan lalu, tepatnya hari kamis, usai pembelajaran di sekolah, Faris seperti biasanya, mengajak Bayu belajar bersama di rumahnya. Namun kali itu dia menolak tanpa memberi alasan jelas pada Faris. Baru pertama kalinya dia menolak ajakan Faris. Biasanya dia yang bersemangat bila belajar bersama. Dalam benak Faris terheran-heran, namun Faris masih mewajarkan itu. Jum’at paginya Faris cukup pangling melihat penampilan Bayu di depan pintu gerbang sekolah. Muka yang biasanya berseri, meski dikala mendung, kini kusam merata disetiap lini mukanya yang kalem. Rambut lurus yang biasanya tertata rapi, justru terlihat bagai bulu ketek manusia purba yang engga pernah disalonin. Pakaian seragamnya yang biasanya selalu dimasukkan, kini celana seragamnya yang Ia masukkan, alias acak-acakan.
     “Bay, kamu salah makan obat ?” Candaan Faris tidak digubris Bayu. “hey ada apa denganmu sobat ?” Faris coba sapa lagi. “engga” singkat, padat , jelas, itu jawaban Bayu. Usai sekolah keduanya bertemu, karna Bayu ingin bicara banyak pada Faris. Bayu menceritakan permasalahan keluarganya. Ayahnya yang saat itu pengangguran, membuat perekonomian keluarganya turun. Hampir setiap pulang sekolah dia mengurung diri di kamarnya, dia tidak ingin melihat kedua orang tuanya yang selalu beradu cek cok. Kondisi seperti ini membuat batin Bayu tertekan. Kadang Ia berpikir untuk putus sekolah, karena baginya, sekolah itu hanya menambah beban ekonomi orang tuanya. Tidak jarang Ia mendengar bila keduanya orang tuanya bertengkar dan yang dipermasalahkan adalah biaya sekolah yang tinggi.
     Menangis Bayu jika mendengarnya. Mungkin baginya adu mulut mereka itu lebih menyakitkan daripada serangan rudal Israel.. “kira-kira gitu deh Tam” ucapan Faris membuat mulut Tama yang mlongo sejak tadi mulai merapat. “kasian juga ya dia.” “iya, pas hari sabtunya, aku juga liat dia pulang malem, tampilannya udah ngga karuan, kaya orang habis mabuk gitu…” “ah masa dia mabok ?” sangkal Tama “itu baru presepsiku, kebenerannya siiii…..” Faris menyambung perkataannya itu hanya dengan mengangkat kedua bahunya, diikuti kepala yang sedikit dimiringkan. Setelah cukup puas mereka bercerita, keduanya kembali kerumah masing-masing.
     Tanpa diduga, saat Faris melewati sebuah gang yang dekat dengan terminal bus. Dia melihat sosok lelaki yang tak asing baginya, muka yang masih yang masih membekas dalam ingatannya, saat terakhir kalinya terkulai pucat dipangkuannya. “Bayuuu???” dalam hati Faris berkata, namun tak mampu mengucapkannya lewat lisan. Niat untuk menghampirinya pupus, karena Ia lihat Bayu bersama dengan anak brandalan terminal dan di tangannya, sebotol minuman yang akan Ia tenggak. Pagi ini Faris berangkat lebih awal dari biasanya. Dia ingin menceritakan semua yang dilihatnya tentang Bayu kepada bu Rani. Dia harap dari pihak sekolah akan menindak lanjuti permasalahan sahabatnya. Karena Faris tidak ingin masa depan sahabatnya akan hancur. Pulang sekolah sekitar pukul 15.00 Faris berniat mencari Bayu di gang dekat terminal kemarin.
     Setelah lama mengintai dari kejauhan. Faris mencoba mengikuti Bayu yang pergi meninggalkan gerombolannya, menuju sebuah rumah yang sangat sederhana yang tak jauh dari terminal. Ternyata disanalah sekarang Ia bersama keluarganya tinggal. Faris coba beranikan diri mengetuk pintu rumah Bayu. Tak lama pintu dibuka. “Bayuuu” Faris mendekati Bayu dan memeluknya. Perlahan Bayu membalas pelukan Faris. “ngapain kamu disini Ris ?” Tanya Bayu “aku pengen tau kondisi kamu Bay, kenapa kamu ngga masuk sekolah?, ngga ada kabar sama sekali, ceritakan padaku Bay!” “Ayahku sudah meninggalkan kami Ris… kini aku hanya bersama ibu dan adiku, aku harus bantu ibuku cari uang Ris.” “kemarin aku liat kamu mabuk. Benar kamu mabuk Bay ?,”Faris ingin memastikan yang dilihatnya kemarin itu Bayu atau bukan. “i..i..iya itu aku, awalnya aku hanya coba coba, tapi jadi ketagihan, aku sadar aku salah, ternyata itu semua hanya menambah permasalahanku.” “iya aku tau Bay, yasudah, yang penting kamu sudah menyadarinya.
      Besok kamu berangkat yaa” “ngga bisa Ris, aku ngga ada uang untuk berangkat, aku juga harus cari uang buat keluargaku” “udah ngga usah pikirin itu, entar biar aku yang bayarin kamu, masalah keluarga, aku udah bilang ke sekolah buat bantu kamu.” “tapii….” “tapi apa ?, udah ngga usah pikirin, aku akan bantu kamu” sambar Faris. “terimakasih banyak kawan” senyum bayu mulai mengembang, setelah sekian lama tertutupi mendung akibat kemelut masalahnya. “iya sama sama, aku pulang dulu Bay, udah mulai gelap” “hati hati dijalan Ris” * Pagi yang indah, perasaan Faris yang senang bisa melihat sahabatnya duduk disampingnya kembali. Begitupun Bayu, dia pergi dari rumahnya untuk datang kembali merasakan tempat duduk yang cukup lama tidak berpenghuni, go for back, mungkin kata yang tepat untuknya. Dan beban keluarganya kini sudah tak lagi berat karena telah mendapat bantuan dari sekolah. Bayu merasa beruntung memiliki sahabat seperti Faris, rela berkorban banyak demi Bayu agar Ia bisa masuk sekolah kembali.

Ringkasan Cerpen (Go For Back)

     Bayu, seorang siswa yang mengalami sebuah masalah, tidak datang ke sekolah selama beberapa hari, dan guru pun menanyakan kabar bayu kepada teman-temannya, terutama Faris dan Tama, selaku teman dekat Bayu sejak sekolah dasar. Namun, tak ada siswa yang tahu kabar Bayu sejak kejadian kemarin. Mereka pun memustuskan untuk bersama-sama menjenguk ke rumah Bayu. Namun, Hasilnya Nol. Tak ada Seorang pun di Rumah Bayu. Dan mereka pun Bingung dan heran dengan bagaimana kabar bayu. Pada suatu malam, Faris melihat seseorang yang tak asing baginya, sedang meminum minuman keras dan bersama anak-anak berandalan. Dan ternyata, anak itu dalah Bayu, teman sekelasnya yang sudah cukup lama tidak sekolah. Ia pun datang kepada Bayu dan bertanya, ‘mengapa kamu tidak datang ke sekolah?’ ‘Orang tua ku berkelahi’ jawab Bayu. Kini hanya aku, ibuku, dan adikku. Dan kini, aku harus mencari nafkah di pinggiran jalan ini. Faris pun berkata, Besok kamu berangkat ke Sekolah ya, gausah bingung, soal dana biar aku yang menanganinya. Terima kasih Kawan, Senyum Bayu mulai mengembang.

Unsur Intrinsik

• Tema : Seorang remaja yang terpaksa putus sekolah dan terjerumus ke arah yang negatif karena kedua orang tuanya yang berkelahi (Broken Home).

• Alur
     Teks Cerpen “Go For Back” memiliki Alur Campuran. Karena pada awal cerpen tersebut menceritakan seorang siswi yang terbebas dari tuduhan merokok di sekolah yang ternyata setelah di periksa temannya sendiri lah yang memfitnahnya.dengan alasan iri.

• Latar
- Tempat    : Toilet, UKS, Kelas, Terminal Bus
- Waktu     : Dua Pekan Lalu, Sekolah Sekitar Pukul 15.00, Kemarin
- Suasana  : Bingung, Cemas

• Tokoh / Penokohan
- Bayu       : Mudah Dipengaruhi
- Faris        : Peduli
- Bu Rani   : Peduli
- Tama       : Sahabat dekat Bayu

• Sudut Pandang : Orang Ketiga Serba tahu

• Gaya Bahasa :

 • Amanat
     Walaupun kita berasal dari keluarga yang Broken Home, tidak seharusnya kita berputus asa, melainkan harus tetap bekerja keras dan berjuang. Dan memang sebagai sahabat kita harus saling membantu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cara Mengubah Tema Uji Coba Berbayar menjadi Gratis Permanen di HP Samsung dengan OS Oreo Tanpa Root

Cara ini dapat diterapkan di semua HP samsung dengan OS Oreo Dalam keadaan Tanpa Root (rootless) Pada kali ini saya akan membagi cara i...